4 Mitos Design Sprint
Mitos 1: “Tujuan Utama Design Sprint adalah melakukan validasi ide bisnis atau desain”
Pemula dalam Design Sprint seringkali terjebak dengan pesona Design Sprint, dimana salah satu hasil sampingan (by-product) yang bisa didapatkan adalah validasi ide bisnis atau desain.
Yang sering dilupakan adalah Tujuan Utama Design Sprint yang sebenarnya, yaitu: “Menjawab pertanyaan bisnis yang kritis melalui proses desain, pembuatan purwarupa (prototyping), dan pengujian ide dengan pengguna”.
Ide bisnis atau desain yang dihasilkan dan divalidasi dalam Design Sprint sendiri bukanlah Tujuan Utama. Apabila Anda memutuskan melakukan Design Sprint, seharusnya Anda punya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan bisnis yang kritis.
Apabila Anda hanya tertarik melakukan validasi ide bisnis atau desain, lakukan saja Uji Kebergunaan (Usability Testing) dengan pengguna atau calon pengguna ide bisnis atau desain Anda. Dalam hal ini, Design Sprint merupakan pendekatan yang tidak tepat guna.
Mitos 2: “Design Sprint dilakukan ketika solusi belum jelas atau konsep masih abstrak”
Kesalahan pemula selanjutnya adalah ketika Anda memutuskan untuk melakukan Design Sprint hanya ketika solusi belum jelas atau konsep masih abstrak.
Design Sprints work great for new ideas, current solutions, emerging problems, and new opportunities.
Berikut adalah salah satu contoh pohon keputusan untuk menentukan apakah Anda membutuhkan Design Sprint. Sebagai catatan, contoh ini bukan satu-satunya, dan belum tentu yang paling cocok untuk proyek Anda.
Apabila Anda ingin tahu apakah Design Sprint merupakan sesuatu yang Anda butuhkan, lebih baik Anda berkonsultasi dengan ahlinya.
Berikut adalah foto bersama pencetus Design Sprint atau “The First Design Sprint Master” - Jake Knapp dan satu-satunya Google-Certified Design Sprint Master yang berbasis di Indonesia — Dr Eunice Sari ketika sedang bercengkrama bersama di San Francisco, USA.
Mitos 3: “Tahap Ideation di Design Sprint adalah tahap dimana kita mulai memikirkan solusi”
Pemula seringkali merancukan Design Sprint dengan Design Thinking. Dalam Design Sprint sendiri, tidak ada tahap formal yang disebut dengan Tahap Ideation atau Ideasi. Dalam Design Sprint, Ideasi dilakukan secara bertahap dan beriterasi di tiap tahapan. Sebaliknya dalam Design Thinking, secara formal ada proses Ideasi.
Walaupun filosofi Design Thinking banyak dipakai dalam Design Sprint, kerancuan akan timbul karena Design Sprint bukanlah teori atau filosofi seperti Design Thinking, tetapi sebuah kerangka kerja atau framework praktis. Menggunakan analogi yang lebih ekstrim, Design Sprint adalah “Resep”, bukan “Teori Memasak” seperti Design Thinking.
Mitos 4: Design Sprint bisa dipakai untuk tim dengan jumlah berapapun (teams of any size)
Rekomendasi dari Google Ventures untuk jumlah ideal dari tim Design Sprint adalah 7 orang. Apabila lebih dari 7 orang, maka hasil dari Design Sprint tidak akan optimal sesuai dengan Law of Diminishing Returns.
Baca 7 Hal yang Perlu Anda Tahu mengenai Design Sprint.